Label

about me (2) CHILDHOOD (1) english (5) family (4) fiction (1) galau (8) gereja (3) jalan-jalan (1) jobseeker (1) junk (5) kuliah (1) memories (9) motivasi (1) prayer (1) quote (5) random (3) skripsi (6) teman (3)

Kamis, 04 November 2010

KRISIS IDENTITAS

KRISIS IDENTITAS


Wednesday, September21’ 10_10.27 PM

Written by Desby Mian Berlianty Pasaribu


Ah, berat sekali mata ini saat aku terbangun jam 2 pagi dini hari pada Rabu, Sept21’ 10 akibat deringan jam waker casio deep blue metalik yang membahana didalam seluruh ruangan seperti sirine ambulans yang sedang mengangkut pasien gawat darurat. Mata yang berdaya hanya 5 watt dan tubuh yang seluruhnya meronta-ronta ingin kembali bersembunyi dibalik selimut biru maroon dialaskan springbed empuk. Teringat, “sekarang masih hari rabu…” pikirku sejenak yang sedari tadi duduk terpaku diam diatas kasur empuk dan telah semalaman membuaiku.

Aku melayangkan tangan kananku ke sebelah bantal dengan lemah dan lambat menghampiri deringan keparat yang telah dengan sukses menggagalkan adegan perjuangan penyelamatan dramatis mimpi indahku bersama Nicholas Saputra, beraksi sebagai Rambo menolongku yang sedang tergantung terbalik dengan sangat bodohnya disebuah dahan pohon besar ditengah hutan hujan Borneo karena terjerat jebakan suku setempat yang digunakan untuk menangkap babi hutan. Fucked off!!

Di dalam keremangan (lampu ruang belum dinyalakan, hanya lampu tidur dengan cahaya putih redup yang terpaksa setia untuk bersinar), di sebuah kamar sederhana berukuran 3 x 3m yang bercat baby blue namun terdapat banyak bercak rembesan hujan di langit-langitnya sehingga memberikan kesan lapuk dan dibagian dindingnya muncul efek seni alami secara sporadis yang menciptakan gradasi baby blue hingga putih gading dengan corak pulau-pulau kecil persis sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang terletak dibagian tenggara asia dimana promosi terbaiknya adalah korupsi dan kemiskinan.

Aku dan adikku menempati ruangan petak tersebut dari hari senin-jumat dan kembali bertemu orang tua tercinta at home-sweet-home pada akhir pekan. Well, ketika semua makhluk hidup dibumi sedang asik bermain dalam mimpi indah mereka ditempat tidur yang empuk, aku terpaksa bangun!! Tadi malam aku tidur agak lebih awal, sekitar 8 PM karena lelah sekali rasanya dan pertahananku runtuh sehingga menuruti desakan tubuh ini untuk beristirahat.

Entah apa yang sedang berlarian dalam otak ini sehingga tiba-tiba saja aku berpikir bahwa aku sedang mengalami krisis identitas dan kekacauan cara berpikir dalam semester 7 ini. Bayangkan saja, dalam mata kuliah Seminar Perpajakan, aku, seorang mahasiswa yang merasa tidak mendapatkan sesuatu apapun yang terlalu berarti atas apa yang aku dapatkan atau aku lakukan selama 3 tahun terakhir ini dituntut berpikir ala Wajib Pajak (perusahaan) yang dari sejak manusia mulai mengenal nasi pertama kali hingga sekarang motifnya gak pernah berubah yaitu selalu berusaha memperkecil beban pajak hingga seminimal mungkin.

Dalam mata kuliah Manajemen Perpajakan, dituntut berpikir ala konsultan pajak yang berkonspirasi dengan perusahaan untuk memperkecil beban pajak mereka dengan cara memanfaatkan grey area atau peluang dalam undang-undang dan si dosen yang notabenenya adalah seorang partner sebuah Kantor Konsultan Pajak besar di Indonesia selalu menceritakan kasus-kasus yang pernah ditanganinya serta usaha-usahanya demi membela kepentingan para kliennya, namun menuai tatapan tolol dari seluruh mahasiswa berotak kosong yang memenuhi ruang kelas yang sangat besar tersebut karena tidak menangkap sama sekali apa yang dijelaskannya terlebih dengan memakai bahasa-bahasa ajaibnya yang tidak biasa atau kami (mahasiswa) sedang terkesima mendengarkan kisah perjuangan yang luar biasa tersebut.

Mata kuliah Kebijakan Pajak, tidak kalah hebohnya dengan mata kuliah lainnya karena dipaksa berpikir ala perumus regulasi perpajakan di negara ini, lebih tepatnya berandai-andai apabila menjadi salah satu anggota legislative yang bertengger di Senayan sana. Dimana setiap pertemuan, dosen yang selalu bernuansa serba ungu disetiap hari selasa (mulai dari kerudung, baju kurung, eye-shadow, cincin berlian dan handy bag trendi merk Louis Vuitton) selalu saja menyuruh kami membuat regulasi perpajakan imajiner. Ternyata dirinya adalah salah satu anggota DPR komisi sekian, baru saja menyelesaikan program Phd-nya dan sedang terobsesi menjadi guru besar di kampus ini. Menurutku agak sedikit tertekan jika berada dalam satu ruangan bersama seseorang yang terlalu pintar dan rasanya selalu didikte!!

Sedangkan mata kuliah Peradilan Administrasi Pajak, ini lebih parah!!! Mau tak mau harus berpikir ala Hakim Pajak yang sedang bergumul dengan sengketa perpajakan layaknya di Pengadilan Pajak. Si dosen yang mengajar masih sama dengan semester sebelumnya dalam mata kuliah Sistem dan Prosedur Perpajakan pada semester 6 yang lalu. Pria jangkung, kurus dan bersuara seperti doyok karena suaranya yang agak cempreng (sebut saja Tenor) selalu datang tepat waktu dan tidak pernah mengakhiri kelas sebelum 2 jam berlalu dengan sempurna. Always exactly 2 hours!!! Oh, jangan diragukan lagi kemampuannya dalam menguliti semua materi beserta contoh-contoh sengketa perpajakan karena ia adalah seorang mantan Hakim Pajak, kawan!!!! Berani taruhan, semua anak sekelas akan setuju jika dia mengajar rasanya waktu akan melambat secara otomatis dari biasanya. Lamaaa bangettt..

Terakhir adalah Penyidikan dan Pemeriksaan Pajak, hmmm.. tahu artinya apa?? Mata kuliah ini memaksa kami (para mahasiswa semester 7 yang sedang galau memikirkan tema skripsi) berpikir ala pejabat pajak alias fiskus alias orang Ditjen Pajak. Settingannya adalah (tujuan yang sangat mulia sekali dan rasanya patut diberikan Nobel) demi menyelamatkan penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini maka seluruh wajib pajak (tanpa terkecuali) harus melaporkan pendapatannya dalam SPT Tahunan (Surat Pemberitahuan) dengan benar dan jujur. Namun malah berujung perasaan skeptis terhadap WP karena saking pengennya ‘menyelamatkan’ penerimaan Negara. Maka yang berpotensi menyelundupkan pajak akan diperiksa oleh DJP.

Kira-kira begitulah gambaran umum seluruh mata kuliah yang aku dapatkan disemester 7 ini. Kompilasi dari seluruh doktrin perpajakan yang menyebabkan komplikasi otak karena kompleksitasnya dan aku kembali tertidur setelah guncangan psikis sejenak yang melanda kehidupanku yang sulit sekali di deskripsikan. Halah lebai.. mimpi lagi ah, kali aja ketemu sama Nicholas Saputra lagi yang udah ngelepasin seorang wanita yang tampak tolol terjerat tali di pohon besar dan berakhir makan malam yang indah di tengah savana Afrika Timur ditemani harimau dan cheetah yang sedang kelaparan (lho?? Ini mimpi buruk kawan!!!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar