Label

about me (2) CHILDHOOD (1) english (5) family (4) fiction (1) galau (8) gereja (3) jalan-jalan (1) jobseeker (1) junk (5) kuliah (1) memories (9) motivasi (1) prayer (1) quote (5) random (3) skripsi (6) teman (3)

Senin, 06 September 2010

WAKTUNYA TELAH TIBA

WAKTUNYA TELAH TIBA

Written by Desby Mian Berlianty Pasaribu

Monday, August30’ 2010_06.56 AM


Hari ini aku terbangun di pagi hari yang cukup cerah dan mendapati aku sedang tidak dikasur rumahku lagi, aku dikamar kostan! Ketika aku membuka mata, aku baru sadar bahwa hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah pada semester tujuh! Wow, it’s kinda hard to believe! It’s been three years, i’ve been spending my life time study at University of Indonesia. Rasanya baru hari kemarin aku menjadi mahasiswa baru dengan atribut ospek yang serba heboh dimana-mana, name tag besar berbentuk tiga jari terlaminating (melambangkan 3 jurusan administrasi yaitu Niaga, Negara, dan Fiskal) berwarna orange yang melambangkan warna Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menggantung terekspose di leher, memakai jaket kuning almamater kebanggaan selama satu semester dilingkungan kampus (namun menjadi memalukan jika dipakai terus-terusan, sangat memalukan!!), mendapatkan bola makian dan muntahan emosi dari para senior, berburu tanda tangan senior, aturan implisit mengenai pelarangan makan di kantin bagi junior, perasaan terintimidasi yang selalu menghantui dalam semester awal kuliah. Itu semua sangat seru!! Seperti orang kampung masuk kota, seperti anak ABG yang baru saja mengenal kehidupan orang dewasa dan menemukan banyak hal baru. Kami adalah anak SMA yang baru saja lulus dan sedang menikmati masa transisi menjadi sekelompok manusia yang kini telah menyandang predikat “mahasiswa.” Hari pertama dikampus diawali dengan OKK (Orientasi Kehidupan Kampus), aku ingat angkatanku adalah angkatan paling banyak lulus SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) saat itu sekitar 4.000 orang banyaknya. Seperti keluar dari tempurung kelapa, aku baru menyadari bahwa Universitas Indonesia adalah miniatur bangsa Indonesia. Terdapat banyak sekali teman dari berbagai daerah dari seluruh penjuru negeri ini, dari orang Aceh, Batak, Padang, Jambi, Palembang, Lampung, Jawa, Jakarta, Yogjakarta, Bali, Kalimantan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bangka, bahkan yang paling timur Papua dan masih banyak lagi. Mereka berduyun-duyun datang ke Depok, Jawa Barat atas satu kewajiban besar dan membawa satu kebanggaan yang luar biasa karena telah berhasil melalui tes seleksi masuk perguruan tinggi yang super ketat dan sulit, menjadi seorang mahasiswa dari sebuah Perguruan Tinggi yang paling diidamkan dan diimpikan oleh seluruh murid SMA tingkat akhir seseantero Indonesia raya. Aku dapat merasakan semangat yang memenuhi atmosfer kampus saat itu karena, “Hei, aku juga salah satu dari mereka!” Seluruh jiwa muda yang sedang bergelora dikumpulkan dalam satu ruangan yang sangat besar dan luas yaitu Balairung. Sebuah gedung berarsitektur atap jawa joglo yang berada tepat menghadap danau yang paling besar, berdampingan dengan gedung rektorat yang menjulang paling tinggi dari semua gedung-gedung bernuansa jawa di kampus ini. Balairung adalah tempat yang sangat dikeramatkan karena disinilah perjalanan akhir dari seorang mahasiswa akan dilepaskan secara resmi dengan memakai toga tiap tahunnya. Tempat dimana para mahasiswa tersebut akan selalu meluapkan perasaan haru birunya ketika mendengarkan paduan suara dalam jumlah massive dari juniornya yang menyanyikan beberapa lagu seperti Genderang UI, Rayuan Pulau Kelapa, Mars UI, dan lagu perjuangan. Perasaan yang sangat dramatis karena perjuangan di Kampus Perjuangan telah selesai dan saatnya menghadapi hutan rimba sebenarnya yaitu dunia kerja. Kami, para mahasiswa baru semua duduk bersila di lantai keramik coklat ruangan itu dengan satu tujuan bernyanyi untuk keberhasilan para senior pada hari wisuda mereka nanti. Kegiatan tersebut dibuka oleh seorang pria mungil paruh baya dengan kepala yang sudah mulai membotak pada sisi keningnya yang membuat efek kilau yang memukau, memakai kacamata lensa plus dengan rantai bergantung dileher, perut sedikit agak menjulang buncit, berpakaian rapi dengan seragam ala pegawai negeri berwarna coklat dengan membawa tongkat hitam yang berukuran kira-kira 40 cm. seperti seorang penyihir. Berdiri diatas podium dengan beberapa ketukan tongkat yang menghantam meja podium yang terbuat dari kayu untuk meminta perhatian seakan sedang membaca mantra. Ia berkata, “Selamat datang di Kampus Perjuangan, para pejuang muda!!” Beliau adalah konduktor kami!!

.................

Aku adalah seorang mahasiswi Universitas Indonesia, program studi Ilmu Administrasi Fiskal (Perpajakan Program Strata-1). Aku angkatan 2007, semua memori masih terekam jelas dalam otak ini. Masa-masa menjadi penghuni baru kampus ini. Jumlah kami sebanyak 80 orang pada awalnya, namun berkurang (bahkan pada semester 1) menjadi hanya sekitar 70-an karena beberapa diantara kami memutuskan untuk pindah ke salah satu Sekolah Tinggi pemerintah yang mengkhususkan diri dalam bidang perpajakan yang memiliki program ikatan dinas dengan jenjang pendidikan Diploma-3 yang terletak di daerah Bintaro. Begitulah kami. Kami terbagi dalam 2 kelas yaitu Fiskal A dan Fiskal B. Tidak bermaksud untuk membanggakan Fiskal A (aku salah satu didalamnya), namun semua anak yang lulus PMDK (para siswa SMA yang dipercaya oleh UI untuk menjadi mahasiwa tanpa harus melewati seleksi ujian masuk seperti siswa kebanyakan karena prestasi akademiknya yang luar biasa selama disekolah, bisa dikatakan sebagai reward untuk mereka yang telah mempersiapakan diri dari jauh hari). Aroma kompetisi di dalam kelas semakin terlihat dan terendus dengan sangat sengit hari demi hari (Fiskal B pun demikian tidak berbeda jauh). Teman-teman yang berasal dari daerah yang berbeda membawa keunikannya masing-masing mulai dari cara bahasa dengan dialek daerah yang masih sangat kental, cara berpakaian, selera jenis musik (beberapa ada yang sangat mengidolakan lagu-lagu melayu), falsafah hidup, dll. Sangat menyenangkan mengenal orang-orang seperti mereka. Anak daerah dikenal dengan manusia yang berhati tulus karena mereka belum terkontaminasi oleh gaya hidup orang kota walaupun demikian tidak berarti menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan diantara mereka. Walaupun kompetisi sangat kental tapi kami bermain dengan fair.

........................

Aku hanyalah seorang diri yang berasal dari sekolahku yang berhasil lulus yaitu SMA Negeri 6 Jakarta, Bulungan. Perasaan terasing dan sendiri tentu tidak luput dari diri ini karena kebanyakan mereka yang sekarang ada dikelas bersamaku biasanya sudah memiliki teman karena berasal dari sekolah yang sama. Tapi kesendirian itu tidak berlangsung lama karena aku anak yang cukup mudah beradaptasi dan bergaul, dengan segera aku telah mendapatkan peer group. Kehidupan kampus buatku adalah satu fase dimana aku dapat merasakan semua hal yang belum pernah aku rasakan selama menjadi anak SMA dulu, terkadang aku mengidentikkannya dengan kebebasan dan pencarian jati diri. Kurang tepat rasanya bila disebut “mencari” jati diri, aku lebih setuju “pembentukan” jati diri. Pada saat kuliah, aku baru merasakan rasanya hidup terpisah dari orang tua karena aku kost disekitar kampus untuk mempermudah mobilisasi aktivitas. Banyak cerita yang terjadi, suka, duka, tawa, tangis, dan cinta. Aku cukup sering menginap di kamar temanku (perempuan pastinya) tanpa sepengetahuan orangtuaku, dulu ketika aku masih menjadi pelajar tingkat atas aku sama sekali tidak diizinkan menginap dirumah teman. Bisa jajan dan memilih makanan sesukanya atau memilih untuk tidak makan. Pulang dari kampus hingga sore hari, pergi nonton ke bioskop, melarikan diri dengan teman ke Bogor untuk wisata kuliner, atau menginap selama tiga hari disalah satu rumah temanku di Cikeas untuk membakar ikan dan berenang, wisata outdoor, dan lain-lain. Bolos kuliah dan memilih untuk nonton DVD dirumah teman. Berlama-lama di laboratorium komputer kampus untuk internetan gratisan. Berselisih dengan dosen maupun teman. Kehilangan teman. Kasih tak sampai kepada gebetan. Berpakaian sesukanya tanpa harus terbatas dengan seragam. Hanya membawa sebuah binder ke kampus tanpa membawa alat tulis. Aku hanya ingin bersenang-senang di masa mudaku ini selama aku masih diberi kesempatan untuk mengumbar tawa dan melukiskankannya dengan paling lebar yang aku bisa diwajah ini. Kehidupan anak muda tidak akan lepas dari hal romantisme percintaan, menyukai lawan jenis adalah kesenangan lain yang telah Tuhan anugerahkan kepada manusia. Ya, banyak pria bertaburan di kampus mulai dari yang paling ganteng dan gaul dengan setelan pakaian yang sedang trend saat ini; yang bertampang biasa saja dengan pakaian yang tidak kalah biasanya dengan tampangnya; yang sedikit tidak enak dipandang tetapi bertingkah sangat cool (it’s a huge disaster!!); yang berpenampilan alim dan diidentikkan dengan para pria yang rajin beribadah dengan memakai sendal gunung, tas gemblong yang besar, berkemeja lengan panjang dan celana bahan yang yang digulung menggantung hingga mata kaki; yang bertampang seperti autis dengan mulut setengah terbuka karena sangat sibuk dengan laptopnya, pemanfaat sejati hot-spot kampus yang rela pojokan sendiri hingga malam hari, demi gratisan!!; para pria yang berpenampilan abstrak karena sulit sekali dideskripsikan gaya pakaiannya yang saling tabrak (batik jawa kuno garis vertikal hitam dengan warna dasar coklat yang dipakai terbuka dengan kaos singlet putih tipis didalamnya (yang biasa dipakai koko cina) yang dipadukan dengan blue jeans pudar yang sedikit tersobek) dan rambut yang tidak disisir hingga terlihat seperti Einstein; hingga para pria cupu kutu buku yang selalu mengakhiri harinya diperpustakaan dan pembicaraan seperti politikus yang menggunakan banyak jargon, sangat membosankan!! Kau bisa bebas memilih.

........................

Aku seperti anak ayam yang lepas dari kandang. Ingin terus berlarian dan tidak ingin kembali ke kandang. Terlalu ingin bersenang-senang. Hanya ingin bersenang-senang pada semester-semester awal. Namun 3 tahun itu telah berlalu. Sungguh tidak terasa. Rasanya semua terlewat dengan sangat cepat. Semester-semester awal yang sangat menyenangkan, penuh kegembiraan dengan sedikit terselip cerita duka dan cinta yang tersembunyi. Sangat unik. Sekarang, perasaan ini campur aduk bagaikan gado-gado. Sekarang adalah saatnya aku untuk mengurangi kesenangan itu dan menjadi sedikit lebih serius. Sekarang, aku takut. Sungguh. Nilai-nilai mata kuliahku tidaklah terlalu buruk. Aku tidak terlalu bodoh, hanya saja sekarang aku merasa sangat takut. Tiba-tiba aku teringat perkataan Ayah tiga tahun yang lalu ketika aku baru masuk kuliah, “Kehidupan dimasa tuamu akan ditentukan dalam 4 tahun kedepan.” Aku merasa ingin tenggelam dalam kedua telapak tanganku ini. Aku sadar ini adalah perjuangan terakhirku. Kehidupanku akan ditentukan dalam tinggal hanya 1 tahun lagi. Aku harus melakukan yang terbaik yang aku bisa, hingga tetes darah terakhirku (agak berlebihan). Aku tidak ingin merusak segala sesuatu yang telah aku perjuangkan selama ini. Kini tibalah waktuku untuk bersiap-siap memasuki gedung keramat tersebut yaitu Balairung dan mendapatkan nyanyian dari juniorku. Kini aku yang akan dinyanyikan dan dilepas secara resmi dengan Toga. Kini adalah giliranku yang akan menghadapai hutan rimba yang sebenarnya. Paket mata kuliah yang kuambil semester tujuh ini adalah paket terakhirku dan hanya akan efektif dalam 4 bulan kuliah yang berakhir di bulan Desember tahun ini. Aku harus bisa. Aku ingin membuat orangtuaku bangga kepadaku dan melukiskan senyuman diwajah tua lelah itu. Aku ingin lulus tepat waktu dengan hasil terbaik. Aku ingin dihari wisudaku nanti mendapati tangis bahagia dimata sendu mereka sambil memelukku erat dan mengusap rambutku. Aku ingin menunjukkan bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia, bahwa keringat, tenaga, dan materi yang telah dikeluarkan membuahkan hasil. Tidak ada harapan yang sia-sia. Tidak ada harapan kosong. Aku percaya itu, bahwa Tuhan mendengar setiap doa yang kita ucapkan. Dia sungguh peduli. Aku berharap, Tuhan akan mengalihkan wajahnya kepadaku dan berhenti sejenak untuk mendengarkan doa yang sangat sederhana ini. Tidak banyak yang aku minta darinya. Aku hanya ingin bersemangat untuk fokus dalam studiku serta lulus tepat waktu dengan hasil yang terbaik. Kurasa itu bukanlah hal yang muluk dan bukan sesuatu yang tidak mungkin. Halleluya! Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar