SEORANG LELAKI
Friday, January 08, 2010 – 11.25 AM
Written by Desby Pasaribu
Baiklah, ku rasa saatnya untuk introspeksi diri. Merenungi apa yang telah terjadi tanpa berlarut-larut.
Semua ini karena ulahku bukan karena siapa-siapa yang sebelumnya telah kujadikan kambing hitam atas semua hal yang tidak beres itu. Itu semua hanyalah luapan emosi jiwa muda yang masih sangat labil.
Ternyata aku belum belajar apa-apa selama ini, tak sedikitpun. Apa aku sudah terlambat untuk menyadarinya? Sulitnya untuk berlapang dada dan berdamai dengan masa lalu, kalau bukan karena dirinya mungkin aku sudah tenggelam dalam keputusasaan yang kubuat sendiri. Itu konyol dan sangat buruk adanya.
Dirinya adalah seorang lelaki yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku dan selalu ada dalam hatiku selamanya.
Entah bagaimana hidupku jika tanpa lelaki itu. Dirinya sangat berarti bagiku, dalam hidupku dan dalam segala hal.
Sungguh, aku sangat banyak berhutang budi padanya dan aku tak tahu bagaimana cara membalasnya agar setimpal.
Dirinya selalu ada untukku ketika ku dalam saat-saat terburuk dalam hidupku. Kuingat saat itu ketika ku mengalami kegagalan dan itu sempat membuatku depresi habis-habisan hingga takut keluar rumah, takut bertemu orang lain, takut ditanyai orang lain, takut ketika mendengar telepon berbunyi, takut akan masa depanku dan yang terburuk adalah aku takut hidup!
Hidupku sangat kacau saat itu, bertingkah seperti orang bodoh atau lebih tepatnya seperti mengidap down syndrome. Asyik dengan dunia kelam yang tanpa semangat dan harapan, sungguh mengerikan. Seketika aku tidak dapat berbuat apa-apa dengan baik, semua yang ku kerjakan malah semakin tidak karuan. Mereka pun bingung melihat kondisiku yang seperti itu, mereka cemas. Terlebih lelaki itu, lelaki yang menyandang namaku.
Untungnya dia berhasil menyelamatku dan membangkitkanku dari masa berkabung. Dia benar-benar berhasil. Lelaki itu adalah Tuhan bagiku. Dirinya memotivasi diriku, meyakinkanku bahwa aku masih dapat melakukannya di lain hari dengan lebih baik, meyakinkanku bahwa dunia belum berakhir, meyakinkanku bahwa Dia akan membantu, meyakinkanku bahwa itu hal yang sangat wajar dan dialami oleh setiap orang, meyakinkanku bila ku mau berusaha lebih keras lagi maka aku akan bisa menggenggam itu, dan meyakinkanku bahwa dirinya akan selalu ada dan selalu mendukungku. Hingga akhirnya aku benar-benar dapat meraih hal itu! Ini adalah mimpi pertamaku yang menjadi nyata dan hingga kinipun aku merasa semuanya masih seperti mimpi, terlalu indah untuk menjadi nyata. Sungguh. Kemudian aku mulai melupakan semua kekhawatiran yang tidak beralasan itu dan menyambut masa depanku dengan apa yang ku dapat.
Lelaki itu mengatakan, ini adalah pintu gerbang pertamaku yang telah berhasil ku buka, selanjutnya akan masih ada beberapa yang harus kubuka dengan kuncinya masing-masing untuk melepaskan gemboknya dan kau harus tepat waktu di setiapnya. Dan aku tahu resiko yang harus ku tanggung…
Sekarang, ketika aku merasa sangat buruk dia kembali membesarkan hatiku. Lelaki itu mengingatkan ku lagi bahwa semuanya akan baik-baik saja, sama seperti dulu. Aku sudah tahu akan semua itu tapi aku membutuhkan seseorang untuk mengingatkanku dan dialah orangnya.
Dirinya tidak pernah menyalahkanku sekalipun itu memang sesungguhnya adalah kesalahanku.
Tidak, dirinya tidak mengajariku untuk menjadi seorang yang manja tapi mengajariku untuk melihat sisi lain dari semua kesalahan itu, mengajariku bahwa ada sesuatu yang perlu diberi sedikit perbaikan, mengajariku bahwa ada sesuatu di balik hal itu, dan mengajariku untuk melihat dari berbagai sisi.
Tanpa lelaki itu, tanpa lelaki itu, mungkin aku sudah tinggal nama atau tinggal sejarah di dunia. Aku sangat membutuhkannya.
Aku ingin meniru semua tingkah lakunya, aku ingin menjadi seperti lelaki itu. Jika saja dahulu dirinya mempunyai kesempatan yang lebih baik, jika saja dahulu orangtua lelaki itu bersamanya sedikit lebih lama. Aku sangat yakin maka dia akan menjadi orang yang sangat berpengaruh saat ini. Walaupun demikian ia memang menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam hidupku, kecerdasannya selalu mengagumkanku. Aku iri dengan itu, dapatkah aku memiliki kecerdasan yang sedemikian rupa sepertinya? Lelaki itu adalah sahabat terbaikku dan sekaligus guru yang sesungguhnya. Dirinya adalah orang yang selalu menghabiskan banyak waktu denganku untuk berbincang-bincang, membahas apapun entah itu politik, kehidupan sosial, adat istiadat bahkan mempelajari karakter orang dari wajah mereka. Aku rasa dia tidak kalah bijak dengan Lao Tse, Aristoteles, Mark Twain, Carnegie dan ahli-ahli filsuf dunia lainnya bila dalam hal berfilosofis.
Lelaki yang jika meneleponku selalu mengatakan “I love you full!!” yang dianggapnya adalah sebagai password untuk menerima suaraku dari seberang telepon.
Aku ingat saat itu, saat aku masih belum dapat membaca dan menulis namun lelaki itu telah mendaftarkanku di sekolah dasar. Aku tidak dapat berbuat apa-apa. Ketika ujian yang kulakukan hanyalah menangis dan menangis tanpa satu soalpun yang dapat terjawab dengan sempurna. Lelaki itu selalu menemaniku…..
Lelaki yang berpikir tidak seperti kebanyakan orang, mungkin orang berpikir mengenai sesuatu itu adalah salah tapi bisa jadi baginya itu benar dengan argumen yang rasional dan logis untuk memberikan eksplanasi sebab akibatnya.
Aku ingin dirinya selalu ada untuk mengingatkan ku dan membesarkan hatiku.
Mungkin saja dia tidak akan selalu ada untukku selamanya dan jika saatnya telah tiba, pastilah itu saat dimana aku telah siap menghadapi semuanya. Saat dimana akulah yang bertugas untuk memotivasi diriku sendiri tanpa dirinya lagi.
Bagian terbaiknya adalah bangkit kembali ketika kau jatuh.
Aku sangat mencintaimu, Ayahku.